Dalam berdakwah mengajak kaumnya, seorang rasul menggunakan cara-cara tersendiri untuk mendapat pencapaian dakwah yang maksimal. Hal ini karena penyesuaian dan pertimbangan beberapa hal, seperti kondisi mental, emosi, dan tradisi yang berlaku di lingkungan kaum tersebut. Salah satunya adalah Nabi Nuh as yang menggunakan berbagai pendekatan dalam menghadapi kaumnya.
Kisah dakwah Nabi Nuh banyak diabadikan dalam Al-Qur’an, di antaranya adalah firman Allah berikut,
لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ فَقَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥٓ إِنِّيٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٍ عَظِيمٖ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)” (QS. Al-A’raf [7]: 59).
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan, sebelum Nabi Nuh diutus, beberapa orang salih dari kaumnya meninggal dunia. Untuk mengenang, dibangunkan masjid untuk mereka. Di dalam masjid itu dibuatkan gambar-gambar yang menyerupai orang-orang salih tadi. Dengan demikian, semua orang berharap selalu bisa mengenang amal baik mereka agar selalu menjadi motivasi untuk melakukan apa yang dulu pernah mereka perbuat. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil ‘Adzim, 2002: juz VI, h. 327).
Waktu kain lama berlalu. Sekarang, orang-orang salih itu tidak hanya dibuatkan gambar, tetapi juga patung-patung yang sama persis. Lambat laun, terjadi distorsi akidah. Patung yang dulu hanya dibuat untuk mengenang, kini justru disembah, dijadikan berhala. Lalu mereka menamainya dengan Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, Nasr. Setelah sekian lama, Allah pun mengutus Nabi Nuh untuk meluruskan akidah mereka. (Ibnu Katsir, juz VI, h. 327)
Nabi Nuh terhitung sebagai rasul pertama yang diutus ke bumi setelah Nabi Adam as. Ia diutus untuk mengajak kaumnya menyembah Allah swt, meninggalkan berhala-berhala yang selama ini mereka sembah, menakut-nakuti mereka dengan ancaman siksa Allah. Selama 950 tahun berdakwah, tetapi hanya segelintir kaum yang mau beriman. (Dr. Abdul Karim Zaidan, Al-Mustafâd Min Qhashash al-Qur’ânî, 1998: juz I, h. 129)
Dari penjelasan di atas, kita bisa menyimpulkan. Sebelum Nabi Nuh diutus, kaumnya adalah orang-orang beriman dengan mengikuti ajaran Nabi Adam (Nabi sebelum Nuh). Hanya saja, terjadi distorsi akidah yang menyebabkan mereka jatuh dalam lembah kemusyrikan dengan menuhankan berhala.
Berdoa untuk Kebinasaan Kaumnya
Melihat kaumnya yang susah diajak beriman, Nabi Nuh pun berdoa kepada Allah untuk membinasakan mereka yang kafir, jangan sampai ada yang tersisa. Bagi Nuh, percuma mereka hidup di muka bumi. Pada akhirnya, mereka yang kafir juga akan melahirkan anak cucu kafir pula. Doa Nabi Nuh ini dijelaskan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an berikut,
وَقَالَ نُوحٞ رَّبِّ لَا تَذَرۡ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ دَيَّارًا إِنَّكَ إِن تَذَرۡهُمۡ يُضِلُّواْ عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوٓاْ إِلَّا فَاجِرٗا كَفَّارٗا
Artinya: “Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.” (QS. Nuh [71]: 26-27)
Alasan kuat yang membuat Nuh yakin bahwa dari kaumnya yang kafir hanya akan lahir keturunan kafir pula, adalah di antaranya berdasarkan pengalaman Nuh sendiri selama membersamai kaumnya dalam kurun waktu 950 tahun. Dengan begitu, ia paham betul tabiat kaumnya, yang pada akhirnya berkesimpulan bahwa mereka sangat susah untuk beriman. Bahkan terhadap anak cucu yang mereka lahirkan kelak. (Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghaib, 1981: juz XXX, h. 146)
Dengan kata lain, doa kebinasaan Nabi Nuh untuk kaumnya bukan semata-mata ketergesa-gesaannya dalam membimbing umat, melainkan berdasar ijtihadnya sendiri setelah melalui eksperimen dakwah yang cukup lama.
Beberapa Pendekatan Dakwah Nabi Nuh
Untuk menyampaikan risalah Allah kepada kaumnya, Nabi Nuh menempuh beberapa langkah. Di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Berbicara dengan lembut
Dalam mengajak kaumnya, Nabi Nuh menggunakan cara-cara yang lembut. Harapannya, pendekatan ini mampu membuat mereka cepat luluh dan dan mau diajak untuk beriman. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman,
فَقَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥٓ إِنِّيٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٍ عَظِيمٖ
Artinya: “…Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)” (QS. Al-A’raf [7]: 59).
Nabi Nuh memanggil kaumnya dengan redaksi “kaumku”. Dengan redaksi demikian, menunjukkan bahwa Nuh menganggap mereka sebagai kaumnya sendiri. Tentu, seseorang hanya menginginkan kebaikan untuk kaumnya sendiri. Harapannya, kaum tersebut lebih mempercayai Nabi Nuh sebagai nabi yang menganggap mereka sebagai kaumnya. Bukan orang lain. (Dr. Abdul Karim Zaidan, juz II, h. 131)
b. Memperlihatkan rasa belas kasih
Nabi Nuh selalu mengingatkan kaumnya akan pedihnya bagi yang tidak beriman. Ia selalu mengajak umatnya untuk segera bertaubat agar segera mendapat ampunan. Ini menunjukkan betapa Nuh sangat menyayangi kaumnya agar jangan sampai merasakan pedihnya siksa neraka. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah berikut,
إِنَّآ أَرۡسَلۡنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوۡمِهِۦٓ أَنۡ أَنذِرۡ قَوۡمَكَ مِن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih.” (QS. Nuh [71]: 1)
c. Berdakwah tak kenal lelah
Kegigihan Nabi Nuh dalam berdakwah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Dikisahkan bahwa Nuh berdakwah siang dan malam. Selain itu juga berdakwah dengan cara sembunyi dan terang-terangan (QS. Nuh [71]: 5, 8, dan 9). Berdakwah secara terang-terangan menunjukkan bahwa Nabi Nuh sudah menempuh berbagai cara dan tahapan berdakwah, karena dakwah terang-terangan dinilai sebagai cara terakhir setelah melewati berbagai tahapan metode. (Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghaib, 2005: juz XII, h. 122)
Demikianlah kisah dakwah Nabi Nuh as yang penuh liku. Kisah ini memiliki pesan penting untuk kita. Bagaimana untuk tidak lelah dalam mengajak kebaikan. Kendati hanya beberapa orang saja yang mengikuti. Tugas kita adalah menyampaikan dan mengajak orang lain untuk berbuat baik. Mengenai banyak yang mengikuti atau tidak, itu di luar tanggung jawab kita. Selain itu, dakwah yang baik juga harus melalui cara-cara yang lembut dan penuh kasih sayang. Wallahu a’lam.
Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online; alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta
Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara NU Online dan UNDP
Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/teladan-kelembutan-dakwah-nabi-nuh-terhadap-kaumnya-OOpsM